Alina Pratessa selalu percaya bahwa mencintai seseorang tidak selalu berarti harus memiliki. Bagi Alina, mengagumi Danuansa Ardana Husein dari jauh sudah lebih dari cukup. Ketua BEM yang cerdas, kharismatik, dan berbakat itu adalah sosok yang sulit dijangkau, dan Alina pun tak berniat mendekatinya. Ia hanya ingin tetap berada di balik batas aman, menikmati pesona Danu tanpa harus melibatkan hatinya lebih dalam.

Sebagai mahasiswa seni, dunia Alina dipenuhi dengan warna-warna yang mencerminkan emosi dan perasaannya. Namun, akhir-akhir ini, ia merasa kehilangan inspirasi. Goresan kuasnya terasa hampa, ide-ide tak lagi mengalir seperti dulu. Hingga suatu hari, ia bertemu Danu dalam situasi yang sama sekali tak terduga—di dalam metromini yang penuh sesak. Danu tidak hanya menolongnya, tetapi juga mulai menunjukkan ketertarikan pada salah satu lukisannya.

Ketertarikan Danu terhadap seni membuatnya ingin mengenal lebih jauh si pelukis di balik kanvas. Ia menghubungi Alina, menanyakan tentang lukisan yang begitu menarik perhatiannya. Dari percakapan sederhana tentang seni, perlahan mereka mulai terlibat dalam interaksi yang lebih sering. Danu yang awalnya hanya ingin membeli lukisan, kini menemukan dirinya menikmati setiap obrolan dengan Alina. Ada sesuatu dalam cara Alina melihat dunia yang terasa begitu berbeda dan menarik.